• Filosofi carano dan isinya di Minangkabau

    Filosofi Carano dan isinya di Minangkabau

            Carano adalah sebuah alat untuk  tempat meletakan sirih, pinang, gambir, kapur, dan tembakau. Semuanya diletakan di dalam carano yang biasanya di tepinya dilingkari oleh arai (arai merupakan putik pinang seperti untaian padi bewarna putih kekuningan). Biasanya carano terbuat dari loyang (logam kuningan) yang berbentuk cembung yang memiliki tangkai. Carano biasanya memiliki tadah atau alas dari pinggan atau piring dibawah carano dan memiliki tutup yang benama alas delamak.
    Abu Naim (2006) mengatakan bahwa biasanya carano diisi dengan sirih pinang lengkap yang di susun ( bulat atau  yang telah dicincang, gambir, kapur sirih, dan rokok, atau tembakau dan daun), sebagai memilki arti tando baadat bapusako.
             Pada umumnya carano digunakan sebagai alat pada upacara adat seperti upacara pinang meminang, pernikahan, malewakan gala atau batagak gadang dan upacara adat lainya. Carano juga digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan keributan seperti di rumah tangga atau di gelanggang pencak silat. Sebelum memulai pembicaraan atau perundingan tamu yang datang disuguhi sirih pinang dalam carano.
             Carano sebagai alat yang penting bahkan sangat penting dalam upacara adat di masyarakat minangkabau. Biasanya kalau ingin berunding khususnya di hadapan angku niniak mamak, haruslah memakai carano dengan isi selengkapnya kalau tidak ada atau isianya tidak lengkap maka akan didawa atau didenda. Pada umumnya carano merupakan penghormatan dari pangka (tuan rumah) kepada tamu yang datang.
              Carano di minangkabau biasanya diumpamakan sebagai kehadiran atau kedudukan dan kemulian pada angku niniak mamak dan  jajaranya di dalam rumah gadang atau di rumah kaum. Menurut Yunus (2002) menyatakan carano simbol kemuliaan bagi penghulu dan rajo serta orang nan-4 fungsi keluarga adat yakni (1) urang sumando, (2) mamak rumah, (3) mandeh bapak dan (4) anak daro (mempelai wanita).
              Bentuk carano yang seperti pohon beringin dilambangkan sebagai penghulu atau mamak di Minangkabau. Sebagaimana mamak bertugas membimbing atau menasehati kemenakannya dan bermanfaat bagi dunsanak atau kaumnya. Jadi carano juga melambangkan kearifan dan tugas mamak di minangkabau.
              Menurut Navis (1984) sebagai pemimpin kaumnya, penghulu dikatakan mempunyai “utang”, yakni tanggung jawab dan kewajiban yang harus diingatkan sepanjang waktu. Mamangan mengatakan bahwa penghulu ibarat: kayu gadang di tangah padang, ureknyo tampek baselo, dahannyo tampek bagantuang, daunnyo tampek balinduang, batangnyo tampek basanda (kayu besar di tengah padang, uratnya tempat bersila, dahannya tempat bergantung, daunnya tempat berlindung, batangnya tempat bersandar). Maksudnya, sebagai seorang pemimpin, harus memilihara keselamatan dan kesejahteraan warganya sesuai dengan hukum serta kelaziman.
              Didalam carano memiliki isian berupa alat untuk menyirih yaitu sirih,  pinang, tembakau, kapur dan gambir merupakan isian yang harus ada di dalam carano. Semua isian dalam carano juga disebut sirih pinang langkok. Menurut Zubaidah (2001), siriah pinang  langkok juga memiliki mengandung makna sosial, berfungsi sebagai media komunikasi. Siriah pinang langkok merupakan media komunikasi rahasia, digunakan untuk menyampaikan berbagai keinginan-keinginan yang tidak mungkin disampaikan secara terang-terangan. Oleh karena itu, untuk menyampaikan keinginan tersebut digunakan sirih langkok sebagai alat komunikasi.
               Isi di dalam carano yang berupa sirih pinang langkok merupakan barang wajib yang harus ada pada upacara adat minang. Sirih bila dikunyah akan menimbulkan dua rasa dilidah yaitu pahit dan manis. Dengan mengadakan sirih di hadapan tamu pada awal pertemuan saat upacara adat contohnya pada upacara meminang, maka diharapkan segala sesuatu yang kurang sesuai tidak akan menjadi bahan gunjingan. Ketika mempersembahkan sirih biasanya disertai pasambahan yang kurang lebih bunyinya "kaleknyo tingga di rakuangan, cahayo naiak ka pidoman" artinya, jika sirih sudah dimakan yang manis melekat di ujung lidah, yang pahitnya tinggal di kerongkongan. Ini merupakan simbol kearifan manusia yang sadar akan kekuranganya. Maksudnya apabila semua alat menyirih dimakan maka semua itu akan tercampur baur di dalam mulut yang manis dan pahit sama2 dikunyah yang menimbulkan rasa dan sensasi yang luar biasa, itu berarti semua yg dirasakan baik itu manis atau pahit, senang atau sedih haruslah sama2 dirasakan.
               Menurut Bekti (2011) carano yang digunakan sebagai wadah, memiliki makna yang kompleks dalam budaya masyarakat minangkabau. Selain mengandung berbagai makna yang berkaitan erat dengan falsafah adat yang bersendikan syariat islam, dalam perkawinan, carano mencerminkan kemuliaan kaum wanita, serta lambang kekerabatan di Minangkabau. Carano inilah yg menjadi lambang sebagai penghormatan kepada penghulu atau pemimpin di minangkabau.
              Jadi pada pembahasan tentang filosofi carano dan isiannya di minangkabau, mengemukakan bahwa sangat pentingnya carano dan  isianya pada upacara adat di minangkabau dan betapa arif dan bijakdananya ninik atau orang terdahulu telah memikirkan jauh kedepan, memikirkan kelansungan hidup bermasyarakat untuk generasi penerusnya.  Carano dan isiannya yang memiliki filosofi dan makna yang penting bagi masyarakat Minangkabau Meskipun demikian masih ada lagi alat untuk upacara adat di Minangkabau.




    Daftar Pustaka :
    Abu Naim, Sjafnir. Siriah Pinang Adat Minangkabau Pengetahuan Adat Minangkabau Tematis. Sentra Budaya : Universitas Michigan. 2006.

    Navis, A.A. Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta: PT Grafiti Pers. 1984.
    Yunus, Yulizal. Atribut Adat Masyarakat Minangkabau. Padang: IAIN-IB Press. 2002.

    Zubaidah. “Kajian Budaya Rupa Terhadap Benda Upacara Adat Carano Pada Masyarakat Minangkabau”. Program Magister Seni Murni Pascasarjana Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2001.

    Bekti, Setia. “Makna Di Balik Simbol Adat I”.
    https://m.weddingku.com/blog/makna-di-balik-simbol-adat-i. 04 Desember 2017.
  • You might also like

    3 komentar:

    1. Bagaimana dg niniak mamak pemangku adat yg telah diundang/dipanggie dg carano komplit dg isi carano.namun pemangku adat tersebut
      Tidak mau datang/menghadiri undangan.

      BalasHapus
      Balasan
      1. Carano memang melambangkan kebesaran dan kehadiran seorng pemangku adat di dalam upacara adat,jika pemangku adat tersebut tidak hadir dalam undangan upacara adat atau sebgainya, ada dua asumsi yg pertama mungkin ada masalah pribadi atau keperluan yg membuatnya tidak bisa hadir,asumsi kedua pemangku adat tersebut memng telah berbuat zhalim karna tidak tau tugas dan fungsinya Sesuai petuah " Anku niniak mamak nan gadang basa batuah, basa dek adaik jo pusako, tuah dek cumak nan jo gantang" Artinya pemangku adat memiliki kebesaran karna pengetahuannya tentang adat dan arif karna keadilannya

        Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.