Orang Minang Menghadapi Covid-19
“sakali aia gadang, sakali tapian barubah” nan aia mangalia juo”
Oleh Al Hafid
Pada saat ini virus corona atau covid-19 bisa dikatakan menjadi wabah yang mengacaukan kehidupan manusia yang ada di berbagai negara di bumi. Salah satunya Indonesia yang tidak luput dari serangan virus ini. Indonesia khususnya provinsi Sumatera barat yang mayoritas penduduknya orang minang tidak luput dari dampak covid-19. Kejadian ini merupakan sebuah bencana yang besar yang hal ini terlihat pada dampak yang dihasilkan oleh virus ini. Dampak yang dihasilkan salah satunya yaitu terganggunya semua kegiatan yang berhubungan dengan sosial, baik itu kegiatan masyarakat, peribadahan dan kegiatan yang melibatkan orang banyak lainnya. Hal ini membuat kegiatan silaturahmi antar masyarakat terganggu. Adat minang yang sangat memegang erat tali silaturahmi baik itu dengan keluarga kerabat atau masyarakat dan bisa dikatakan semua tradisi yang ada di Minang pasti melibatkan orang banyak. Berdasarkan semua dampak dari virus corona ini, dapat dipertanyakan bagaimana orang Minang menghadapi wabah virus ini atau bencana besar lainnya sesuai dengan falsafah yang masih dipegang erat oleh orang Minang.
Dalam artikel ini akan membahas bagaimana orang Minang menghadapi dampak yang dihasilkan dan dampak terhadap tradisi Minang yang disebabkan oleh wabah covid-19. Dampak tersebut sebagian mencangkupi ekonomi dan kebutuhan sehari-hari masyarakat Minang. Orang minang yang menjalankan kehidupan sehari-hari memegang erat falsafah Minang yang mengandung nilai dan pelajaran kehidupan, falsafah minang itu digambarkan dalam mamangan yang berbunyi “ kulimek sabalun habih, ingek sabalun kanai”. Falsafah ini mimiliki arti bahwa orang minang haruslah memiliki sifat berhemat sebagai bentuk peringatan sebelum datang masa kehabisan dan ingat sebelum semua hal yang menyebabkan kesusahan atau bencana itu datang. Berdasarkan falsafah ini orang Minang harus berhati-hati supaya tidak tertular dengan cara mengikuti protokol kesehatan dengan baik.
Selanjutnya bagaimana adat, tradisi dan kehidupan sehari-hari orang Minang yang terdampak oleh pandemi covid-19 ini. Apakah adat, tradisi serta kehidupan sehari-hari tersebut akan mengalami pergeseran nilai. Dalam hal ini masyarakat Minang dahulunya sudah memahami falsafah “ sakali aia gadang, sakali tapian baruabah, nan aia mangalia juo”, berdasarkan falsafah ini semua kegiatan dalam kehidupan sehari-hari baik itu dalam hal adat, tradisi dan ekonomi ketika mengalami atau tidaknya perubahan salah satunya dalam perubahan nilai, semua itu akan diterima atau disesuaikan dengan siring berjalannya waktu yang dalam hal ini dimaknai seperti air mengalir.
Kehidupan orang Minangkabau sangatlah memegang erat falsafahnya. Dengan falsafah yang dijadikan pedoman orang Minang bisa melalui semua kesulitan yang dihadapinya. Memang wabah saat ini merupakan bencana yang sangat besar tetapi orang Minang sudah siap untuk menghadapi wabah ini karena sudah dibekali dengan pemahaman falsafah yang dianutnya. Orang Minang sudah percaya dengan takdirnya atau apa yang akan terjadi terhadap dirinya akan tetapi semua itu harus diikuti dengan ikhtiar dan doa. Kercayaan orang minang terhadap itu digambarkan dalam falsafah “ malang tak dapek ditulak, mujua tak dapek diraiah”.
Dalam masa pandemi covid-19 ini dampak yang dihasilkan cukup besar hal ini dapat kita lihat pada lingkungan kita. Pengamatan lingkungan tersebut dengan ini dapat dihasilkan sebuah laporan. Laporan tersebut menghasilkan istilah-istilah yang dikeluarkan masyarakat Minang akibat dari pandemi covid-19 ini. Istilah itu dapat berupa sebuah mamangan adat atau falsafah, kiasan dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut sebgai berikut:
“kulimek sabalun habih, ingek sabalun kanai, maminteh sabalun anyuik”
Istilah ini merupakan sebuah falsafah yang dikeluarka oleh orang tua-tua kepada anaknya. Arti dari falsafah ini yaitu pesan kepada seseorang untuk berhati-hati untuk menyambut masa yang akan datang. Terutama dalam masa pandemi covid-19 ini kita harus sangat waspada akan kemalangan yang akan menghampiri kita. Hal ini sudah disampaikan sejak dahulu oleh para leluhur orang minang sepaya anak cucunya tidak sombong dan melawan takdir. Dalam kondisi pandemi pada saat ini lebih baik untuk berdiam di rumah dari pada pergi keluar rumah untuk melakukan hal yang tidak bermanfaat.
“pulang habih atau pulang kosong”
istilah pulang habis atau pulang kosong ini dikeluarkan oleh orang yang pulang dari daerah perantauan dikarenakan pandemi covid-19 ini. Pulang habis ini dikarenakan seorang perantau yang belum mendapatkan hasil di perantauan lalu pulang ke kampung halaman tanpa ada yang dapat dibanggakan atau kesuksesan. Mememang sangat disayangkan akan tetapi apalah daya memang sudah menjadi suratan tangan. Kemudian dalam hal ini juga tidak lepas dengan istilah yang dihasilkan yaitu “tamanuang” Istilah ini memanglah sangat menyedihkan bagi orang kampung. Kata tamanuang ini dikeluarkan orang-orang yang bergunjing melihat anak tetangganya atau orang lain pulang kampung karena pandemi ini. Perantau yang baru pulang tersebut disebut dengan orang yang lagi termenung atau merenung karena tidak tau apa yang akan dikerjakan di kampung. Pulang habis atau pulang kosong adalah penyebab seorang itu termenung. Pergi merantau mengharapkan kesuksesan tapi karena pandemi ini hal tersebut tidak dapat dicapai. Harapann yang setelah pulang dari rantau mendapat kesuksesan atau mendapat modal untuk bekerja dikampung itu menjadi musnah. Hal ini lah yang menjadi lahirnya istilah tamanuang.
Dari istilah tamanuang ini disanggah dengan dengan kiasan “ibaraik roda padati, tibo diateh dapek galak badarai, tibo dibawah taimpik badan marasai”. Kiasan ini dijadikan sebagai pembelaan bagi para perantau yang pulang habis. Diartikan sebagai nasib kehidupan yang tidak selamanya susah. Istilah di atas merupakan istilah yang dikeluarkan para perantau yang baru pulang kampung karena pandemi covid-19 ini. Dalam istilah ini orang tersebut menyakini ada hari baik baginya. Memang takdir sesorang sudah di atur oleh yang Maha Kuasa akan tetapi sebagai manusia hanya tetap bisa berusaha. Semoga hari abik tersebut dapat segera menghampirinya.
Berdasarkan istilah-istilah dan falsafah yang mucul saat pandemi. Dapat kita menyimpulkan bahwa istilah-istilah serta falsafah tersebut mencul dan dipahami karena adanya sebuah peristiwa. Istilah-istilah tersebut bisa menjadi bentuk ungkapan hati seseorang atau menjadi nasehat bagi orang yang memahaminya. Kemudian, kehidupan orang Minangkabau sangatlah memegang erat falsafahnya, dengan falsafah yang dijadikan pedoman ini orang Minang bisa melalui semua kesulitan yang dihadapinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar